BK Stop Kasus Mafia Proyek Dewan

BK Stop Kasus Mafia Proyek Dewan

Laporan Nurhaedi Cs Dinilai Tak Cukup Bukti \"runningnews\"KEJAKSAN - Harapan publik kepada Badan Kehormatan (BK) untuk bisa mengungkap mafia proyek yang melibatkan pimpinan dan sejumlah anggota dewan, tampaknya bakal menemui kekecewaan. Pasalnya, BK memutuskan laporan Nurhaedi Cs tidak bakal diteruskan, karena dinilai tidak cukup bukti. Laporan bakal diproses kembali, jika pelapor melampirkan bukti baru. \"grfs-open01\"Ketua BK DPRD Kota Cirebon, HP Yuliarso BAE mengatakan, dari hasil verifikasi, semua berkas dinyatakan lengkap secara administrasi. Hanya saja, setelah dibahas selama dua jam sejak pukul 10.00-12.00 siang (2/12), BK menyimpulkan laporan Nurhaedi Cs tidak memenuhi syarat. Permasalahan yang dilaporkan tidak jelas. Sebab, yang dilampirkan berupa bukti aduan hanya kronologis kejadian. Selain itu, yang melaporkan pun mengatasnamakan masyarakat, bukan nama pribadi yang melapor (Nurhaedi). Klaim pelapor bahwa proyek provinsi itu atas perjuangan DPW PPP Provinsi Jabar, tidak ditemukan dalam lampiran surat. Tidak hanya itu, bukti surat dari Edi Kuwatno (DPUPESDM) yang membenarkan proyek itu diserobot oleh Edi, ternyata juga tidak ada. Karena tidak ada lampiran dua surat tersebut, maka berdasarkan hasil rapat internal BK, pihaknya tidak bisa melanjutkan ke tahap proses selanjutnya. BK juga memutuskan mengembalikan berkas tersebut ke setwan untuk dikembalikan kepada yang bersangkutan. Nurhaedi Cs diberikan waktu tujuh hari untuk melengkapi berkas tersebut. Jika dalam waktu tujuh hari tidak bisa melengkapi berkas, maka laporan itu dengan sendirinya dinyatakan gugur. Lebih lanjut dia menjelaskan, ketika sudah diperbaiki masih ada kesalahan dan kekurangan bukti lagi, maka masalah ini tidak dapat diajukan kembali, kecuali ditemukan bukti-bukti baru. \"Kalau tetap kurang bukti, ya sudah kita tutup masalah ini sesuai dengan tata tertib BK pasal 10 ayat 7, 9 dan 10,\" bebernya. Yuliarso menambahkan, lima paket proyek senilai Rp1 miliar itu akhirnya dikerjakan oleh kelompok PPP Kota Cirebon. Hal itu diketahui setelah dirinya menindaklanjuti masalah ini ke DPUPESDM. Pihaknya juga sudah menelepon Kabid Cipta Karya DPUPESDM, Edi Kuwatno pukul 07.24 pagi. “Ternyata pengakuan Edi Kuwatno, lima paket proyek itu dikerjakan oleh kelompok PPP,\" ungkapnya, Rabu (2/12). Disinggung tentang pernyataan Mantan Anggota Komisi A DPRD, DR Cecep Suhardiman SH MH yang mendesak BK untuk menindaklanjuti penyebutan nama anggota dewan yang diduga terlibat mafia proyek, Yuliarso menganggap pernyataan tersebut tidak bisa ditindaklanjuti karena didasarkan bukan pernyataan secara tertulis dan hanya lisan. “Tidak bisa, karena tatib sudah mengatur bahwa laporan tidak cukup secara lisan, tapi harus tertulis,” tegas Yuliarso. Bagaimana tanggapan masyarakat atas keputusan BK? Mantan anggota DPRD, Drs H Priatmo Adji menyesalkan ketidakberanian BK menuntaskan persoalan ini. Bagi Adji, yang menjadi masalah, tanpa mengecilkan arti anggota dewan yang ada di BK, mereka itu bukan penyelidik, bukan penyidik dan bukan juga auditor. Jadi tampaknya mudah dipengaruhi atau terpengaruh dengan mereka yang menginginkan mafia-mafia DPRD bercokol terus di sana, sehingga hasil kinerja BK tidak maksimal. Oleh karena itu, Adji mendesak kepolisian dan kejaksaan untuk melakukan penyelidikan, dengan memanggil mereka-mereka yang disebutkan dalam laporan yang disodorkan kepada BK. Karena hal ini merupakan peristiwa pidana bukan delik aduan, nama-nama terduga sudah gamblang disampaikan ke BK dan ditayangkan di berbagai media di Cirebon. Menurut Adji, DPRD saat ini sedang diuji keberadaannya di masyarakat, apakah lembaga ini benar-benar wakilnya rakyat atau bukan. Itu tergantung dari tindak lanjut BK dan aparat penegak hukum Kota Cirebon. “Mungkin mereka (BK, red) bukan seorang penyelidik, bukan penyidik dan juga bukan seorang auditor. Jadi agak kerepotan menghadapi hal ini,” sambungnya. Adji menjelaskan, peristiwa etika berbeda dengan peristiwa pidana. Kalau etika yang dibahas hanya tentang adat kepatutan seseorang sebagai anggota dewan, sanksinya pun paling hanya peringatan 1, 2, 3 dan dilepaskan dari jabatannya, selanjutnya diusulkan ke partainya agar di-PAW. Sedang peristiwa pidana, aparat dapat melakukan penyelidikan kepada mereka dan jika memang terdapat indikasi kuat pidana, maka ditingkatkan menjadi penyidikan hingga sampai ke persidangan. Etika dan penyidikan bisa jalan sendiri-sendiri dan atau bersama-sama, serta tidak saling mempengaruhi. “Jadi tidak ada alasan BK mengulur-ngulur waktu. Siapa yang dilaporkan dan siapa-siapa yang terlibat, tinggal dipanggil. Dimintai keterangan pada sidang yang terbuka untuk umum agar msyarakat turut menyaksikan,” ungkapnya. Mantan anggota Komisi A DPRD Kota Cirebon, Dr Cecep Suhardiman SH MH menegaskan, terkait dengan kedatangan Nurhaedi dkk ke DPRD ketemu dengan BK, menurutnya ketika membaca apa yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut  tidak hanya sekadar konsultasi, karena yang dibicarakan sudah menyangkut materi kegiatan proyek-proyek yang didanai APBD Kota atau APBD Provinsi. Yang dipersoalkan oleh mereka termasuk mereka juga sudah menyebut nama-nama anggota DPRD dan dari SKPD terkait dengan sangat terbuka. Sehingga apa yang disampaikan oleh Nurhaedi Cs tidak hanya menyangkut masalah etika, tetapi hukum. (abd/sam)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: